PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak
macam ideologi di dunia ini. Hampir masing-masing negara mempunyai
ideologi tersendiri yang sesuai dengan negaranya, karena ideologi ini
merupakan dasar atau ide atau cita-cita negara tersebut untuk semakin
berkembang dan maju. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, ideologi negara
tersebut tidak boleh hilang dan tetap menjadi pedoman dan tetap
tertanam pada setiap warganya. Begitu juga dengan Negara Indonesia.
Ideologi
negara Indonesia adalah Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila ini
dijadikan sebagai pandangan hidup bagi bangsa Indonesia dalam
mengembangkan negara Indonesia dalam berbagai aspek. Dengan ideologi
inilah bangsa Indonesia bisa mencapai kemerdekaan dan bertambah maju
baik dari potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Namun
dengan seiring barjalannya waktu, semakin maju zaman, dan semakin maju
teknologi seolah-olah ideologi Pancasila hanya sebagai pelengkap negara
agar tampak bahwa Indonesia sebuah negara yang merdeka dan mandiri.
Banyak tingkah laku baik kalangan penjabat maupun rakyatnya bertindak
tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Ada beberapa faktor mengapa
bangsa kita sedikit melenceng dari ideologi Pancasila. Selain semakin
berkembangnya ideologi-ideologi luar atau selain Pancasila tetapi juga
bangsa Indonesia kurang mengerti ideologinya dan bahkan tidak tahu sama
sekali. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan judul
Pancasila sebagai Ideologi nasional agar kita dapat mengenal ideologi
kita dan bertindak sesuai dengan ideologi kita.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut
1. Apa pengertian asal mula Pancasila?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi Pancasila?
3. Bagaimana perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian asal mula Pancasila.
2. Mengetahui kedudukan dan fungsi Pancasila.
3. Mengetahui perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asal Mula Pancasila
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh
seseorang melainkan terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang
dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ditinjau
dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam
yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun
pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Asal Mula yang Langsung
Asal
mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung
terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang
sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun rincian asal mula
langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai
berikut:
a. Asal mula bahan (Kausa Materialis)
Asal
bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam
kepribadian dan pandangan hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat
berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)
Asal
mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh.
Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila
terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
c. Asal mula karya (Kausa Effisien)
Asal
mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar
negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah
PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang
mengasahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan
pembahasan baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.
d. Asal mula tujuan (Kausa Finalis)
Tujuan
dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai
dasar negara. Adapun asal mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan
Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang
menentuka tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI
sebagai dasar negara yang sah.
2. Asal Mula yang Tidak Langsung
Asal
mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi
kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup
sehari-hari bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung
Pancasila adalah sebagai erikut:
a. Nilai-nilai
yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan
menjadi dasar negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan tercermin
dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
b. Nilai-nilai
tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri sebagai Kausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Berdasarknan
tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk
Negara, nila-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu tinjauan tersebut memberikan bukti
bahwa terbentuknya pancasila bukan merupakan hasil perenungan atau
pemikiran seseorang atau kelompok orang dan bukan hasil pengaruh dari
paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara tidak
langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.
3. Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam ‘Tri Prakara’
Berdasarkan
tinjauan Pancasila secara kausalitas tersebut memberikan pemahaman
bahwa proses terbentuknya Pancasila memerlukan proses yang cukup panjang
dalam konsep kesejarahan bangsa Indonesia. Sebelum disahkan sebagai
dasar negara, unsur-unsur Pancasila telah melekat dalam bangsa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari berupa nilai-nilai adat-istiadat,
kebudayaan, serta nilai-nilai religius. Dengan demikian Pancasila
sebagai dasar negara terwujud dalam tiga asas atau ‘Tri Prakara’ yaitu
Pancasila asa kebudayaan, Pancasila asas religius, dan Pancasila sebagai
asas kenegaraan. Ketiga asas tersebut tidak dapat dipertentangkan
karena merupakan unsur-unsur yang membentuk Pancasila (Notonagoro,
1975).
B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila secara pokok ada dua macam yaitu
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia. Adapun kedudukan dan fungsi Pancaila dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan
nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup.
Pandangan hidup tersebut berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata
kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam
masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai
makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai
bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kehidupan
bersama tersebut, muncul pandangan hidup dalam masyarakat yang
dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, selanjutnya
pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan
hidup negara.
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah
bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pemikiran dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik (Darmohardjo, 1996).
2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila
sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama peraturan perundang-undangan harus
dijabarkan dan dirumuskan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukumyang mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum.
Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
a. Pancasila
sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber
tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian
tertib hukum Indonesia.
b. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis.
d. Mengandung
norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
e. Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara Negara, dan para pelaksana pemerintahan.
Dasar
formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966,
Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.
3. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai
suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada
hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di
dunia, namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat,
nilai-nilai budaya serta nilai religious yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata lain
unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat
dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakan kausa materialis (asal bahan) pancasila.
3.1 Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya,
antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu
kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar
yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita
(Kaelan, 2004).
Apabila
ditelusuri secara historisistilah ideologi pertama kali dipakai dan
dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796.
Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membangun
suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “one great system of truth”, dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “ideologie”, yaitu”science of ideas”,
suatu program yang diharapkandapat membawa perubahan institusional
dalam masyarakat perancis. Namun Napoleon mencemoohkan-nya sebagai suatu
khayalan belaka, yang tidak mempunyai artipraktis. Hal semacam itu
hanya impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan. (Pranarka,
1987).
Maka
ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi
basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas
kerohaniannyayang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh
karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup,pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan,
diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban (Notonegoro, Pancasila Yuridis
Kenegaraan, tanpa tahun, hal 2,3)
3.2 Ideologi terbuka dan ideologi tertutup
Ideologi
sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi
terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi
tertutup itu merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi
tertutup dapat dikenali dari berbagai ciri khas. Ideologi itu bukan
cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan
cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk
mengubah dan memperbaharui masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi
cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama ideologi dibenarkan
pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
3.3 Ideologi partikular dan ideologi komprehensif
Dari
segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Karl
Mannhein yang beraliran Marx. Mannhein membedakan dua macam kategori
secara sosiologis, yaitu ideologi yang bersifat partikular dan ideologi
yang bersifat komprehensif. Kategori pertama diartikan sebagai suatu
keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis yang terkait erat
dengan suatu kelas social tertentu dengan masyarakat (Mahendra, 1999).
Kategori kedua diartikan sebagai suatu system pemikiran menyeluruh
mengenai semua aspek kehidupan sosial ideologi dalam kategori kedua ini
bercita-cita melakuakn transformasi sosial secara besar-besaran.
3.4 Hubungan antara filsafat dan ideologi
Filsafat
sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang
secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan
dasar atau pedoman hidup manusia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentag makna hidup serta sebagai
dasar pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).
Tiap
ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan
menyeluruh yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis
dan bersumber kepada filsafat. Dengan kata lain, ideologi sebagai
system of trought mencari nilai, norma dan cita-cita yang bersumber
kepada filsafat.
Jadi
filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang
menyangkut stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa
dan Negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang atau filsafat
hidup yang merupakan norma ideal yang melandasi ideologi (Kaelan, 2004).
3.4.1 Makna ideologi bagi bangsa dan Negara
Manusia
dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan harta dan martabatnya,
dan kenyataannya senantiasa membutuhkan orang lain. Oleh karena itu
manusia membutuhkan suatu lembaga bersama untuk melindungi haknya, dalam
pengertian inilah manusia membentuk suatu negara. Negara sebagai
lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia senantiasa
memiliki cita-cita dan harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang
secara bersama merupakan suatu yang orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan dalam hidup kenegaraan.
3.4.2 Pancasila sebagai Ideologi yang Reformasi, Dinamis, dan Terbuka
Pancasila
sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi
Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis dan terbuka. Hal ini
dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat aktual, dinamis,
aspiratif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat. Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasaryang terkandung di dalamnya, naun mengeksplisitkan
wawasannya secara lebih komplit, sehingga memiliki kemampuan reformatif
untuk memecahkan masalah-masalah actual yang seiring dengan aspirasi
rakyat, perkembangan iptek serta zaman.
Menurut Kaelan berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a. Nilai dasar yaitu : hakikat kelima sila pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kesatuan, kerakyatan dan keadilan.
b. Nilai instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.
c. Nilai
praksis yaitu merupakan realisassi nilai-nilai instrumental dalam suatu
realisasi perkembangan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (BP-7 Pusat, 1994).
Oleh karena itu pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:
1. Dimensi
idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasilayang
bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusian,
persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2. Dimensi
normatif yaitu nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan
dalam suatu sistem norma, sebagaimna terkandung dalam norma-norma
kenegaraan.
3. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
C. Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Paham Ideologi Besar Lainnya Di Dunia
Ideologi
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang
melalui proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari
nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat
istiadat, serta dalam agama-agama yang bangsa Indonesia sebagai
pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu ideologi Pancasila, ada pada
kehidupan bangsa terlekat pada kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Ideologi
Pancasila mendasarkan sifat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial, yaitu dalam ideologi Pancasila mengakui kebebasan
individu. Namun dalam hidup bersama juga harus mengakui hak dan
kebebasan orang lain. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila
berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Dalam hal ini nilai-nilai ketuhanan senantisa menjiwai kehidupan manusia
dalam hidup bermasyarakat. Hakikat serta pengertiannya sebagai berikut.
1. Paham Negara Persatuan
Hakikat
negara kesatuan adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari
unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, golongan kebudayaan, dan agama; wilayah yang terdiri
beribu-ribu pulau. Pengertian Persatuan Indonesia dalam Pembukaan UUD
1945 negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan.
Jadi, negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan pada
individualisme dan golongan. Oleh karena itu, negara persatuan adalah
negara yang memiliki sifat persatuan bersama, bedasarkan kekeluargaan
serta tolong menolong atas dasar keadilan sosial (Kaelan, 2004).
2. Paham Negara Kebangsaan
Bangsa
merupakan suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta
memiliki tujuan tertentu (Kaelan, 2004). Sedangkan bangsa yang yang
hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu maka
disebut negara. Menurut M. Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis
terbentuknya suatu negara dalam panggung politik internasional melalui
tiga fase, yaitu zaman Sriwijaya, zaman Majapahit, dan Nasionale Staat
yaitu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan
dan berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa serta kemanusiaan.
a. Hakikat Bangsa
Pada
hakikatnya bangsa merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia
dalam merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu
deklarasi bangsa Indonesia dalam pembuikaan UUD 1945 dinyatakan bahwa
“... kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Pernyataan tesebut merupakan
suatu pernyataan universal hak kodrat manusia sebagai bangsa.
b. Teori Kebangsaan
Teori-teori kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Teori Hans Kohn
Yang dikatakan bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan.
2) Teori Ernest Renan
Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa sebagai berikut:
a) Bangsa adalah satu jiwa, suatu asas kerohanian
b) Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
c) Bangsa adalah suatu hasil sejarah
d) Bangsa bukan suatu yang abadi
e) Wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa.
Faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa sebagai berikut:
a) Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau
b) Keinginan hidup yang lebih baik
c) Penderitaan bersama
d) Modal sosial.
3) Teori Gepolitik oleh Frederick Ratzel
Teori
geopolitik merupakan teori yang mengungkapkan hubungan antara wilayah
geografi dengan bangsa. Teori tersebut menyatakan bahwa negara adalah
merupakan suatu organisme hidup.
4) Negara kebangsaan Pancasila
Sintesa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dituangkan dalam suatu asas
kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu
Pancasila. Unsur-unsur pembentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai
berikut:
a) Kesatuan sejarah
b) Kesatuan nasib
c) Kesatuan kebudayaan
d) Kesatuan wilayah
e) Kesatuan asas kerohanian
3. Paham Negara Integralistik
Bangsa
Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan
keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang
disebut negara Indonesia. Paham integralistik pertama kali diusulkan
oleh Soepomo pada sidang BPUPKI yang berakar pada budaya bangsa.
Bangsa
Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu,
keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku
bangsa-suku bangsa, kelompok-kelompok yang hidup dalam suatu wilayah
yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya yang
beraneka ragam. Keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan integral
baik lahir maupun batin (Kaelan, 1996: 132).
Paham
integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu
maupun masyarakat. Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak
memihak yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga
mengenal tirani minoritas (Aziz, 1997).
4. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai
dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila
adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara. Dalam
pengertian ini negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara Kebangsaan
yang Ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak
paham tersebut adalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.
Setiap
individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah makhluk Tuhan maka bangsa
dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan,
demikian pula warganya juga Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan
Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
telah memberikan sifat khas kepada negara Kebangsaan Indonesia, yaitu
bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan
negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang
mendasarkan atas agama tertentu. Negara kebangsaan Indonesia
adalah negara yang mengakui Tuhan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara Kebangsaan yang
Berketuhanan yang Maha Esa.Negara tidak memaksakan agama seseorang
karena agama merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati
sanubari dan tidak dipaksakan. Dalam hal ini, negara menjamin
kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadah
menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setiap umat beragama
memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan
spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi
pekerti yang luhur dari setiap warga Negara pada umumnya dan para
penyelenggara negara khususnya, berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
4.1 Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh
karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai,
dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang
bersifat material dan spiritual. Masalah-masalah yang menyangkut
penyelenggaraan negara dalam arti material antara lain, bentuk negara
tujuan negara, tertib hukum, dan sistem negara. Adapun yang bersifat
spiritual antara lain moral agama dan moral penyelenggaraan negara.
Sila
“ Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita
kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan
penyelenggara negara. Dengan dasar sila ini, maka politik negara
mendapat dasar moral yang kuat, menjadi dasar yang memimpin kerohanian
arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan
(Kaelan dalam Hatta, 2004: 134).
Hakikat
“Ketuhana Yang Maha Esa” secara ilmiah filosofis mengandung makna
terdapat kesesuaian hubungan sebab akibat antara Tuhan, manusia dengan
Negara. Kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab akibat yang langsung antara
Tuhan dengan manusia karena manusia sebagai makhluk Tuhan. Adapun
hakikat Tuhan adalah “causa prima” (sebab pertama) (dalam Notonagoro,
1975).
4.2 Hubungan Negara dengan Agama
4.2.1 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila
Menurut
Pancasila, negara berdasar atas Tuhan Yang Maha Esa atas dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Rumusan yang demikian ini,
menunjukkan pada kita bahwa Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila
adalah bukan Negara sekuer yang memisahkan Negara dengan agama, karena
hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa Negara sebagai
persekutuan hidup adalah berketuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya
segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai
dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang
berasal dari Tuhan yang pada hakekatnya adalah Hukum Tuhan adalah
merupakan sumber material bagi segala norma, terutama bagi hukum positif
di Indonesia.
Negara
pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan
agama dan umat beragama, karena beragama merupakan hak asasi yang
bersifat mutlak.
Pada
pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga Negara
untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan
ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha
Esa adalah Negara yang merupakan pemjelmaan dari hakikat kodrat manusia
sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan
makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Hubungan Negara dengan Tuhan menurut agaman pancasila adalah sebagai berikut:
1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
2) Tidak tempat bagi bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan
3) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan antar-pemeluk agama serta antarpemeluk agama.
4) Negara pada hakekatnya adalah merupakan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
4.2.2 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi
Hubungan
negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara Negara dan
agama tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan
masyarakat, bangsa dan Negara didasrkan atas firman-firman Tuhan. Dalam
praktik kenegaraan terdapat dua macam pengertian Negara Theokrasi, yaitu Negara Theokrasi langsung dan Negara Theokrasi tidak langsung.
a. Negara Theokrasi Langsung
Dalam
sistem Negara Theokrasi langsung, kekuasaan adalah langsung merupakan
otoritas Tuhan. Adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan,
dan yang memerintah adalah Tuhan.
Doktrin-doktrin
dan ajaran-ajaran berkembang dalam Negara Theokrasi langsung, sebagai
upaya untuk memperkuat dan meyakinkan rakyatterhadap kekuasaan Tuhan
dalam Negara (Kusnadi, 1995:60).
Dalam
sistem Negara yang demikian maka agama menyatu dengan Negara, dalam
arti seluruh sistem negara, norma-norma Negara adalah merupakan otoritas
langsung dari Tuhan melalui wahyu.
b. Negara Theokrasi Tidak Langsung
Berbeda
dengan sistem Negara Theokrasi yang langsung, Negara Theokrasi tidak
langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintahkan dalam Negara, melainkan
Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan, Kepala
Negara atau Raja memerintah Negara atas kehendak Tuhan, sehingga
kekuasaan dalam Negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Dalam sejarah
kenegaraan Kerajaan Belanda, raja mengemban tugas suci yaitu kekuasaan
yang merupakan amanat dari Tuhan (mission sacre). Raja mengemban tugas
suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyat. Politik yang demikian inilah
yang diterapkan Belanda terhadap wilayah jajahannya sehingga dikenal
dengan Ethische Politik (politik etis). Kerajaan Belanda mendapat aman
dari Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah jajahan Indonesia
(Kusnadi, 1995:63).
Negara
merupakan penjelmaan dari Tuhan, dan oleh karena kekuasaan raja dalam
Negara adalah merupakan kekuasaan yang berasal dari Tuhan maka sistem
dan norma-norma dalam Negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan.
Demikianlah kedudukan agama dalam Negara Theokrasi dimana firman Tuhan,
norma agama serta otoritas Tuhan menyatu dengan Negara.
4.2.3 Hubungan Negara dengan Agama menurut Sekulerisme
Paham Sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agama dan bentuk,
sistem, segala aspek kenegaraan tidak ada hubungannya dengan agama.
Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian
hubungan manusia dengan manusia, adapun agama adalah urusan akherat
yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Negara adalah urusan
hubungan horizontal antarmanusia dalam mencapai tujuannya, sedangkan
agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam
Negara sekuler yang membedakan antara Negara dengan agama, namun
lazimnya warga negara diberikakan kebebasan dalam memeluk agama
masing-masing.
5. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab
Negara
adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi
tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun
batin. Sehingga tidak mengherankan apabila manusia adalah merupakan
subjek pendukung pokok negara. Oleh karena itu negara adalah suatu
negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa, dan Berkemanusiaan
yang Adil dan Beradab.
Negara
Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang berkemanusiaan yang Adil dan
Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan hakikat
kodrat manusia. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang
berkemanusiaan, bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistie (Kaelan, 2004:
139).
6. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan
Negara
kebangsaan yang berkedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan tertinggi
adalah di tangan rakyat yang dilaksanakan oleh MPR. Oleh karena itu
negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara
demokrasi. Penggunaan hak-hak demokrasi dalam negara kebangsaan,
diantaranya hak-hak demokrasi yang disertai tanggung jawab kepada Tuhan
yang Maha Esa, menjunjung dan memperkokoh persatuan dan keatuan bangsa,
serta disertai dengan tujuan untuk mewujudkan sutu keadilan sosial,
yaitu suatu keadilan sosial berupa kesejahteraan dalam hidup bersama.
Demokrasi kerakyatan mengembangkan demokrasi bersama, berdasarkan
asas kekeluargaan, dan kebebasan individu diletakkan dalam rangka
tujuan atas kesejahteraan bersama-sama. Pokok-pokok kerakyatan yang
terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan
warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
a. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Karena
mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sma maka pada dasarnya
tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain.
c. Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan musyawarah.
d. Keputusan diusahakan ditentukan secara musyawarah.
e. Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana dan semangat kebersamaan.
7. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkeadilan Sosial
Negara
Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang
berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan
yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk
mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
Sebagai
suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia bertujuan untuk
melindungi warga negaranya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan
kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya. Dalam pergaulan
internasional, Indonesia bertujuan untuk ikut menciptakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Negara
yang berkeadilan sosial harus merupakan negara yang berdasarkan hukum
yang memiliki 3 persyaratan, yaitu pengakuan dan perlindungan atas hak
alam asasi manusia, peradilan yang bebas, dan legalitas dalam arti hukum
dalam segala bentuknya.
Konsekuensi
Indonesia sebagi negara berkeadilan sosial yang berdasarkan hukum
adalah harus melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD
1945 diantaranya pasal 27, 28A-J, pasal 29, dan Pasal 31.
7.1 Ideologi liberal
Paham
liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme, dan
empirisme. Rasionalisme adalah paham yang meletakkan rasio sebagai
sumber kebenaran tertinggi. Materialisme adalah paham yang meletakkan
materi sebgai nilai tertinggi. Sedangkan empirisme mendasarkan atas
kebenaran fakta empiris yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai
teringgi dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Liberalisme
memiliki prinsip bahwa rakyat adalah ikatan individu-individu yang
bebas dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara.
Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi senanstiasa berdasarkan
atas kebebasan individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat
tingkatan tertinggi dalam negara sehingga dimungkinkan kedudukannya
masih lebih tinggi dari nilai religius. Hal ini harus dipahami karena
demokrasi mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta karakter bangsa yang
sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang hanya
berdasarkan liberalisme. Indonesia sendiri pada era reformasi ini yang
tidak semua orang memahami makna demokrasi sehingga penerapannya tidak
sesuai dengan kondisi bangsa sehingga menimbulkan berbagai konflik
(Kaelan, 2004).
7.1.1Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme
Negara
memberi kebebasan kepada warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam
negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya kepada Tuhan
(atheis) bahkan negara liberal memberi kebebasan warganya untuk menilai
dan mengkritik Tuhannya. Karena menurut liberal bahwa kebenaran individu
adalah sumber kebenaran tertinggi.
Nilai-nilai
agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan,
dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan walaupun
ketentuan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU
Aborsi di Irlandia tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh Gereja dan
agama lain (Kaelan, 2004).
Berdasarkan
pandangan filosofis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem
negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama
atau yang bersifat sekuler.
7.2 Ideologi Sosialisme Komunis
Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis hasil leberalisme.
Berkembangnya paham liberalisme memunculkan masyarakat kapitalis yang
mengakibatkan penderitaan sehinggi komunisme muncul sebagai reaksi atas
penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung pemerintah.
Ideologi
komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada
hakikatnya adalah hanya makhluk sosial saja. Hak milik pribadi tidak ada
karena hal ini menimbulkan kapitalisme yang akan menimbulkan penindasan
terhadap rakyat kecil. Etika idiologi komunisme mendasarkan suatu
kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas masyarakrat secara
totalitas. Atas dasar inilah inilah komunisme mendasarkan moralnya pada
kebaikan yang relatif demi keuntungan kelasnya. Oleh karena itu, segala
cara dihalalkan. Hak asasi manusia dalam negara hanya berpusat pada hak
kolektif sehingga hak individu pada hakikatnya tidak ada. Atas dasar
inilah komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia (Kaelan,
2004).
7.2.1 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunisme
Komunisme
berpaham atheis karena manusia ditentukan oleh diri sendiri. Agama
menurut komunis adalah suatu kesadaran diri bagi manusia yang kemudian
menghasilkan. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk
manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Negara yang berpaham
komunisme adalah bersifat atheis bahkan melarang dan menekan kehidupan
agama. Nilai tertinggi dalam negara adalah materi sehingga manusia
ditentukan materi (Kaelan, 2004).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ditinjau
dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam
yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Asal
mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung
terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang
sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan, sedangkan asal mula tidak
langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan yang
terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa
Indonesia.
Kedudukan
dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan
sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, serta sebagai ideology bangsa
dan negara Indonesia.
Perbandingan
ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia adalah
ideologi Pancasila berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil
dan beradab, menjunjung persatuan dan kesatuan serta berkebangsaan yang
kerakyatan dan berkeadilan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar