-Selamat Datang-

-Selamat Datang-
di website Arco
baleno (agussuprianto09.blogspot.com)

arcobaleno

Entri Populer

Senin, 29 Oktober 2012

Diagnosis kesulitan belajar siswa

a) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar
1) Mengenali kesulitan belajar siswa melalui analisis perilaku
(a) Cepat lambatnya menyelesaikan tugas
Guru dalam memberikan tugas atau tes selalu disertai batas waktu yang dapat membantu guru dalam menemukankasus kesulitan belajar. Pelaksanaannya dengan mencatat waktu yang diperlukan siswa dalam menyelesaikan tugas, dari catatan ini diketahui siswa yang selalu cepat, siswa yang tepat waktu dan siswa yang terlambat. Selanjutnya kita bandingkan lama keterlambatan dan frekuensi keterlambatan tersebut secara kelompok. Bagi siswa yang
(b) Ketekunan dan kehadiran dalam mengikuti pelajaran
Siswa yang tidak tekun atau selalu gelisah dalam mengikuti pelajaran, sering absen atau membolos dapat diduga bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.
(c) Partisipasi dalam mengerjakan tugas kelompok
Pada mata pelajaran tertentu siswa dituntut kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta kemampuan mengajukan pendapat, penyanggahan dan segala kualifikasinya, kita akan memperoleh gambaran partisipasi siswa dalam kelompoknya dan menemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
(d) Kemampuan kerja sama dan penyesuaian sosial
Ada suatu mata pelajaran yang menuntut siswa untuk mampu bekerjasama dengan kelompok. Siswa yang tidak mampu kerjasama, tidak menerima dan tidak percaya diduga mengalami kesulitan belajar.
2) Mengenali kesulitan belajar siswa melalui analisis prestasi belajar
Abin Syamsuddin memberikan ilustrasi tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan cara menghimpun dan menganalisis catatan-catatan hasil belajar serta menafsirkannya dengan cara tertentu. Dalam menafsirkan data hasil belajar dapat menggunakan criterion reference yang biasa kita kenal dengan acuan patokan dan norm reference atau acuannorma.
Apabila kita menggunakan criterion reference maka langkah-langkah yang harus ditempuh adalah :
(a) Menetapkan angka minimal sebagai batas lulus.
(b) Membandingkan nilai setiap siswa dengan nilai batas lulus yang telah ditetapkan.
(c) Mencatat atau mengidentifikasi siswa yang memperoleh nilai di bawah nilai batas lulus sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
(d) Menentukan prioritas bantuan. Prioritas bantuan didasarkan pada besarnya selisih nilai yang diperoleh siswa dengan nilai batas lulus. Siswa yang paling besar selisihnya harus memperoleh prioritas bantuan.
Selanjutnya jika kita menggunakan norm reference, maka nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi siswa secara individual. Adapun cara dan langkah yang ditempuh :
a. Mencari atau menghitung nilai rata-rata atau kelompok;
b. Manandai siswa yang nilai prestasinya d bawah rata-rata prestasi kelas; dan
c. Menentukan prioritas bantuan.

b) Melokalisasi letak kesulitan belajar

1) Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu
Untuk menemukan dalam bidang studi apa siswa mengalami kesultan belajar dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai prestasi siswa dengan nilai rata-rata dari masing-masing bidang studi. Jika angka nilai prestasi siswa berada di bawah nilai rata-rata bidang studi maka siswa tersebut diduga mengalami kesulitan pada bidang studi tersebut.
2) Mendeteksi ruang lingkup bahan pelajaran mana siswa mengalami kesulitan belajar
Untuk mendeteksi nya dilakukan dengan memerikasa hasil pekerjaan tes siswa. Apabila siswa tidak dapat menjawab atas soal mengenai suatu pokok bahasan tertentu, maka siswa tersebut mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan tersebut.
c) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar
1) Meneliti faktor internal misalnya :
(a) Apakah ada kelemahan dalam aspek mental seperti kecerdasan, bakat tidak sesuai?
(b) Apakah ada gangguan fisik seperti gangguan pancaindera, syaraf, cacat jasmani?
(c) Apakah sikap dan kebiasaan belajarnya salah?
2) Meneliti faktor eksternal misalnya :
(a) Apakah sarana dan fasilitas belajar tidak lengkap?
(b) Apakah situasi rumah kurang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar?
(c) Apakah beban belajar terlalu berat?
(d) Apakah situasi belajar mengajar kurang bisa merangsang siswa untuk aktif? Dan sebagainya.
Selanjutnya untuk memperpleh keterangan yang kita perlukan kita dapat melakukan wawancara kepada siswa, guru, wali kelas atau orang tua. Selain itu, juga dapat dilakukan pengamatan atau observasi kepada siswa baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Apabila ingin mengungkap kemampuan siswa, dapat dipergunakan alat tes dengan bantuan para ahlinya atau lembaga psikologi.
d) Memperkirakan alternatif bantuan
1) Apakah siswa masih mungkin di tolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak? Jika siswa sudah tidak mungkin kita tolong karena tingkat kesulitan yang berat, maka kita bisa melaksanakan alih tangan kasus.
2) Berapa lama waktu yang diperlukanuntuk mengatasi kesulitan siswa? Kebutuhan waktu ini kaitannya dengan mengefektifkan program bantuan dan kegiatan yang lain.
3) Kapan dan di mana bantuan dapat diberikan pada siswa?
4) Siapa yang dapat memberikan pertolongan? Yang dimaksud adalah menentukan personil yang tepat untuk memberikan pertolongan. Hal ini berkaitan dengan latar belakang kesulitan dan factor penyebab kesulitan belajar yan bermacam-macam sehingga bantuan harus sesuai dengan keadaan siswa. Personalia yang dapat memberikan pertolongan adalah petugas bimbingan, guru bidang studi tertentu atau ahliyang lain seperti dokter, psikolog dan polisi.
e) Menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan siswa
Bantuan ini harus dikomunikasikan atau didiskusikan dengan berbagai pihak yan dipandang berkepentingan atau yan diperkirakan akan terlibat dalam pemberian bantuan. Rencana bantuan harus sesuai dengan kesulitan siswa. Bantuan dapat diberikan melalui program remedial, program bimbingan konseling, dan program referral atau program alih tangan yaitu mengirim siswa kepada ahli yang berkompeten dalam membantu mengatasi kesulitan siswa.
f) Tindak lanjut
1) Memberikan pertolongan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, sebagai penerapan program bantuan yang telah ditetapkan pada langkah kelima tadi.
2) Melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat member pertolongan pada siswa.
3) Mengikuti perkembangan siswa dan mengadakan evaluasi terhadap pertolongan yang telah diberikan kepada siswa untuk memperbaiki kesalahan atau ketidak tepatan pertolongan.
4) Melakukan referral kepada ahli lain apabila kesulitan siswa tidak dapat ditolong.
A.  Latar Belakang Kesulitan Belajar
Seorang guru sering menghapi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. kesulitan belajar tersebut termanifestasikan dalam berbagai bentuk gejala tingkah laku. Gejala kesulitan belajar yang termanifestasikan dalam tingkah laku pendidik itu merupakan akibat dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya. untuk dapat memberikan bimbingan yang efektif terhadap peserta didik yang menalami kesulitan belajar itu sudah barang tentu setiap pendidik memahami lebih dahulu faktor yang melatar belakanginya kesulitan belajar tersebut.
Menurut  para ahli pendidikan  hasil belajar yang dicapai oleh  peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama ,yakni faktor yang terdapat dalam diri pribadi peserta didik itu sendiri yang disebut faktor internal. dan faktor yang terdapat dari luar yang disebut dengan faktor eksternal. adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1.   Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik. kemampuan dasar merupakan wadah bagi kemungkinan keberhasilan belajar yang diharapkan. jika kemampuan dasar rendah, maka hasil belajar yang akan dicapai akan  rendah pula.
2.   Kurangnya  bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu. sebagaimana halnya intelegensi, bakat juga merupakan wadah untuk mencapai  hasil belajar tertentu. peserta didik yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar. Sumadi Suryabrata mengatakan: seseorang akan lebih berhasil kalau ia belajar dalam lapangan yang sesuai dengan bakatnya, demikian pula dalam lapangan kerja, seseorang akan berhasil kalau ia bekerja dalam lapangan yang sesuai dengan bakatnya.
3.   Kurangnya motifasi atau dorongan untuk belajar. Tanpa  motivasi yang besar maka peserta didik akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong kegiatan belajar. Persaingan  yang sehat baik antar individu maupun kelompok  dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
      4.   Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik pada waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar, misalnya, konflik yang dialaminya, kesedihan dan lain-lain.
      5.   Faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan lain sebagainya.
      6.   Faktor hereditas yang tidak mendukung kegiatan belajar seperti buta warna, kidal, cacat tubuh dan lain-lain.
Adapun  faktor yang terdapat dari luar diri peserta didik yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah:
      1.   Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadahi bagi situasi belajar peserta didik, seperti cara mengajar, sikap guru, kurikulum atau materi yang akan dipelajari, perlengkapan belajar yang kurang memadahi, teknik evaluasi yang kurang tepat, ruang belajar yang nyaman, situasi sekolah yang kurang mendukung dan lain sebagainya.
      2.   Situasi dalam keluarga mendukunga situasi belajar peserta didik, seperti rumah tangga yang kacau, kurangnya perhatian orang tua karena sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya kemampuan orang tua dalam memberi pengarahan dan lain sebagainya.[1]
B.  Karakteristik Peserta Didik dalam Belajar
Sebagaimana  yang telah kita ketahui bahwa peserta didik adalah individu yang unik, yang punya kesiapan dan kemampuan fisik, psikis serta intelektual yang berbeda satu sama lain. demikian pula halnya dalam hal belajar, setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda. adapun karakteristik  peserta didik dalam belajar di sekolah adalah sebagai berikut:
      1.   Peserta didik yang cepat dalam belajar, pada umumnya adalah para siswa yang dapat menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang diperkirakan semula. mereka dengan mudah dapat menerima materi pelajaran yang disajikan, dan mereka juga tidak memerlukan  waktu yang lama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
      2. Peserta didik yang lamban dalam belajar, merupakan kebalikan daripada siswa yang cepat dalam belajar , dimana peserta didik yang lambat dalam belajar memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang diperkirakan cukup untuk kondisi siswa yang normal. hal ini menyebabkan mereka sering  merasa tertinggal dalam proses belajarnya,  sehingga mereka menemukan kesulitan belajar.
      3. Peserta didik yang kreatif, adalah peserta didik yang menunjukkan kreatifitas yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan tertentu, seperti dalam melukis, menggambar, olah raga, kesenian, organisasi dan kegiatan kurikuler lainnya. pada umumnya siswa yang kreatif ini terdiri dari peserta didik yang cepat dalam belajar, disamping siswa yang normal. peserta didik yang kreatif ini dalam proses belajarnya lebih mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi, mereka lebih senang bekerja sendiri, percaya diri sendiri, dan  berani menanggung resiko yang sulit sekalipun, bahkan kadang-kadang bersifat distruktif. Untuk mengembangkan kreativitas para peserta didik ini, sekolah diharap dapat memberikaan kesempatan yang seluas-luasnya.
      4.  Peserta didik yang drop out, adalah mereka yang tidak berhasil atau gagal dalam kegiatan belajarnya. Adapun penyebab drop out itu banyak sekali, barangkali disebabkan oleh faktor yang ada di dalam pribadi peserta didik sendiri, seperti kurang minat,  malas dan sekolah tidak sesuai dengan cita-cita dan lain sebagainya. Mungkin pula disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kurikulum, metode mengajar yang  digunakan oleh guru, lingkungan masyarakat yang tidak mendukung atau keluarga broken home dan lain-lain.
Dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana membantu peserta didik yang drop out ini, agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang baik, bagi dirinya sendiri maupun bagi  negara.
      5.  Peserta didik yang underachiever, adalah siswa yang memiliki taraf  inteligensi yang tergolong tinggi, akan tetapi mereka memperoleh prestasi belajar yang tergolong rendah. Peserta didik ini dikatakan underachiever karena secara potensial, peserta didik yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi  mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan tetapi dalam hal ini siswa tersebut mempunyai prestasi belajar dibawah kemampuan potensial .[2]
C.  Gejala Kesulitan Belajar di Sekolah
Menurut Moh. Surya, tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar antara lain:
      1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
      2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
      3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.
      4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar.
      5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan.
      6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.
Dari apa yang dikemukakan diatas dapat dipahami adanya beberapa manifestasi dari gejala kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik, diharapkan para guru dapat memahami dan mengidentifikasi nama siswa yang mengalami kesulitan belajar dan mana pula yang tidak.[3]
Sedangakan para guru dapat melakukan beberala langkah  sebagai diagnosis terhadap kesulitan belajar. Langkah-langkah tersebut antara lain:
      a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mereka mengikuti pelajaran.
      b. Memeriksa pendengaran dan penglihatan siswa khususnya yang diduga mengalami belajar.
      c. Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ikhwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.[4]

E.  Mengatasi Kebosanan
Keadaan menonoton yang terus-menerus mengakibatkan rasa bosan. Melakukan hal sama dengan berulang-ulang tanpa perubahan yang cukup besar juga membosankan, tidak perduli walaupun di awalnya keliharan cukup menarik, belajar dengan tuntutan-tuntutan untuk latihan dan rutinitas, bisa juga membosankan bagi banyak murid. Ketika siswa merasa dikurung, tugas-tugas yang diberikan terasa lebih menindas. Hal yang yang kurang penting juga mengakibatkan kebosanan. Begitu juga ketika siswa merasa tugas yang mereka emban tidak membawa menfaat, mereka juga akan merasa jemu.
Tidak adanya tantangan adalah hal lain yang juga bisa membuat kerja atau belajar menjadi urusan yang membosankan. Orang-orang merasa jemu bila yang mereka kerjakan hanya menuntut sedikit kemampuan dan usahanya. Namun, ini wilayah tantangan murid-murid yang harus dijalankan guru dengan sangat ketat. Pikirkan kapan terakhir kali kamu benar-benar merasa tertantang. Dugaan kita adalah bahwa peristiwa ini memiliki suatu tingkat resiko karena esensi tantangan adalah kemungkinan adanya kegagalan. Lebih besar tantangan maka akan lebih besar pula kemungkinan kegagalannya. Jika apa yang mereka berikan kepada murid-murid terlalu menantang murid-murid mungkin akan gagal dan kegagalannya itu mungkin akan menurunkan motivasi mereka dalam belajar. Jika apa yang mereka berikan kepada murid-murid kurang cukup menantang, tugas mata pelajaran mereka akan tampak menjemukan dan tidak membangkitkan semangat mereka.
A. Kesimpulan
1. Peserta  didik dipengaruhi oleh dua faktor utama ,yakni faktor yang terdapat dalam diri pribadi peserta didik itu sendiri yang disebut faktor internal. dan faktor yang terdapat dari luar yang disebut dengan faktor eksternal.
2. Adapun karakteristik  peserta didik dalam belajar di sekolah adalah sebagai berikut, cepat dalam belajar, lamban dalam belajar, peserta didik yang kreatif, peserta didik yang drop out dan underachiever.
3. Manifestasi dari gejala kesulitan belajar antara lain:
      a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
      b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
      c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.
      d. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar.
      e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan.
      f.  Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.
B.  Saran-saran
Untuk mencegah dampak negative yang lebih jelek, yang mungkin timbul karena kesulitan belajar yang dialami para peserta didik, maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh para peserta didiknya. Untuk itu dalam makalah ini, kami mencoba menguraiakan latar belakang kesulitan belajar, karakteristik peserta didik dalam belajar, gejala-gejala  kesulitan belajar, dan mengatasi kebosanan.
Keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas merupakan dambaan setiap orang. Berhasil berarti terwujudnya harapan. Hal ini juga menyangkut segi efisiensi, rasa percaya diri, ataupun prestise. Lebih-lebih bila keberhasian tersebut terjadi pada tugas atau aktivitas yang berskala besar. Namun perlu disadari bahwa pada dasarnya setiap tugas atau aktivitas selalu berakhir pada dua kemungkinan : berhasil atau gagal.
Belajar merupakan tugas utama siswa, di samping tugas-tugas yang lain. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya diharapkan oleh siswa yang bersangkutan, tetapi juga oleh orang tua, guru, dan juga masyarakat. Tentu saja yang diharapkan bukan hanya berhasil, tetapi berhasil secara optimal. Untuk itu diperlukan persyaratan yang memadai, yaitu persyaratan psikologis, biologis, material, dan lingkungan sosial yang kondusif.
Bila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa wujud ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir.
Kegagalan dalam belajar sebagaimana contoh di atas berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya. Dan tidak kalah penting adalah dampak kegagalam belajar pada rasa percaya diri. Kerugian tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh keluarga dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya meminimalkan, dan juga memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.
B. Pengertian dan Gejala-gejala Kesulitan Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 : 4 – 5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
C. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.
1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
a. Faktor kejiwaan, antara lain :
1) minat terhadap mata kuliah kurang;
2) motif belajar rendah;
3) rasa percaya diri kurang;
4) disiplin pribadi rendah;
5) sering meremehkan persoalan;
6) sering mengalami konflik psikis;
7) integritas kepribadian lemah.
b. Faktor kejasmanian, antara lain :
1) keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit);
2) adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan;
3) adanya gangguan pada fungsi indera;
4) kelelahan secara fisik.
2. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
a. Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :
1) Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak memadai;
2) Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa;
3) Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik;
4) Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :
1) Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga;
2) Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif;
3) Teman-teman bergaul yang tidak baik;
4) Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk pendidikan.
D. Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik
1. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndik e dan Hagen (Abin S.M., 2002 : 307), diagnosis dapat diartikan sebagai :
a. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms);
b. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
c. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley (Abin S.M., 2002 : 309), tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a. Who are the pupils having trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?)
b. Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?)
c. Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d. What are remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e. How can errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam memecahkan masalah atau kesulitan belajar mahasiswa dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Identifikasi mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan :
1) Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan bila : pertama, indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih rendah dibanding IP rata-rata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan sebenarnya.
2) Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.
3) Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator kesulitan belajar.
b. Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menelaah :
1) pada mata kuliah apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
2) pada aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
3) pada bagian (ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
4) pada segi-segi proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh seorang ahli sekalipun (Koestoer dan A. Hadisuparto, 1998 : 21).
Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulita belajar dapat dilakukan dengan : 1) observasi; 2) wawancara; 3) kuesioner; 4) skala sikap, 5) tes; dan 6) pemeriksaan secara medis.
d. Memperkirakan alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara matang pada tahap ini adalah sebagai berikut.
1) Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut masih mungkin untuk ditolong ?
2) Teknik apa yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
3) Kapan dan di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
4) Siapa saja yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
5) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?
e. Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar
Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama, teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua, teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi lagi.
f. Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar mahasiswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima dilaksanakan. 
Seorang Pendidik dalam proses pembelajaran sangat berperan penting dalam pengembangan potensi peserta didik, pendidik bukan hanya bertugas menyampaikan bahan atau materi pelajaran akan tetapi pendidik harus dapat mengetahui kemampuan pada masing-masing siswa secara individual karena pendidik lah yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik baik secara mental, intelektual dan moral. Pendidik dituntut untuk dapat mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami oleh masing-masing siswa dan faktor penyebab kesulitan belajar tersebut. Bukan hanya itu, pendidik juga harus dapat mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah kesulitan belajar pada siswa agar siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Kegiatan memahami kesulitan belajar siswa dikenal dengan istilah diagnosis kesulitan belajar, menurut Harriman dalam bukunya Handbook of psychological term, diagnosis adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnosis disini merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah. Sedangkan dalam dunia kedokteran, diagnosis adalah kegiatan untuk menentukan jenis penyakit dengan meneliti gejalanya. Webster juga mengemukakan pendapatnya tentang diagnosis yaitu proses  menentukan hakikat kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian, dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta yang dijumpai, yang selanjutnya untuk menentukan permasalahan yang dihadapi. ( sugihartono dkk : 2007 : 149 ).
Menurut Sugihartono dkk dalam bukunya Psikologi Pendidikan (2007) menyatakan bahwa Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau di bawah norma yang telah ditetapkan.  Blassic dan jones mengatakan bahwa kesulitan belajar itu menunjukan adanya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh peserta didik (prestasi aktual). Selanjutnya blassic dan jones juga mengatakan bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah peserta didik yang memiliki intelejensi normal, tetapi menunjukan satu atau beberapa kekurangan yang penting dalam proses belajar bila prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kapasitas intelejensinya. Dengan demikian kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik yang intelejensinya rendah.
Adapun faktor- faktor yang menyebabkan kesulitan belajar pada peserta didik antara lain faktor fisiologi, psikologi, instrumen dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah siswa yang malas atau bodoh. Dalam teori Humanistik, proses belajar dianggap berhasil jika si pebelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Menurut Arthur Combs (1912-1999) menyatakan bahwa proses belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak memaksakan meteri yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa bahkan mereka merasa sebenarnya tidak ada alasan penting untuk mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan nenberikan kepuasan baginya.
Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia presepsinya sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah presepsi siswa itu sendiri.Banyak pandidik yang acuh tak acuh pada kondisi belajar siswanya, mereka tidak mau mencari penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh siswanya. Terkadang pendidik hanya menuntut keberhasilan siswa dalam belajar, jika terjadi kegagalan dan kesalahan pada saat siswa belajar, pendidik lebih memilih memberinya hukuman baik secara langsung atau tidak langsung seperti menambah tugas belajarnya dengan harapan siswa akan berubah tanpa adanya diagnose yang dilakukan pendidik untuk mengetahui mengapa siswanya gagal dan salah dalam belajar. Menurut Skinner hukuman sangat berpengaruh negatif terhadap perkembangan belajar siswa yaitu dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama, hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain ( meskipun salah dan buruk ) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. ( C. Asri Budiningsih : 2004 : 27 )
Hukuman bukan solusi terbaik untuk mangatasi kesulitan belajar siswa.Oleh karena itu, diperlukannya pendidik yang dapat menjadi mediator dan fasilitator. Menurut hasil penelitian dari Aspy dan Roebuck (1975) yang beracuan pada pendapat Rogers tentang guru yang fasilitatif, Aspy dan Roebuck menyatakan bahwa guru yang fasilitatif adalah :
  • Merespon perasaan siswa
  • Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  • Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  • Menghargai siswa
  • Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  • Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan Untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa)
  •  Tersenyum pada siswa
Dari penelitian tersebut diketahui guru yang fasilitatif  mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika  yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin.
Dalam mengatasi kesulitan belajar siswa, guru harus jeli dalam mengidentifikasi atau mendiagnosa jenis kesulitan belajar masing-masing individu siswa, Menurut Warkitri dkk (1990), ada beberapa permasalahan belajar yaitu :
  • Kekacauan Belajar (Learning Disorder) yaitu suatu keadaan dimana proses belajar anak terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Potensi dasar anak tidak diragukan tetapi belajar anak terhambat oleh reaksi-reaksi yang bertentangan, sehingga anak tidak dapat menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
  • Ketidakmamuan Belajar (Learning Disability) yaitu ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
  • Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
  • Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
  • Slow Learner  atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Dalam film Taare Zameen Par yaitu film yang menceritakan seseorang anak yang kesulitan dalam belajar, yaitu kesulitan dalam menulis dan membaca atau biasa disebut Dislexia. Akan tetapi anak tersebut mempunyai intelejensi diatas rata-rata, tingkat imajinasinya sangat tingi yaitu dengan kemampuan melukisnya.Kesulitan yang dialami yaitu sulit dalam menerjemahkan kata-kata atau lambang, kesulitan dalam memahami intruksi dan terasa sulit dalam mngenali huruf seperti salah dalam penempatan posisi huruf atau sering terbalik dalam menulis, diperkirakan terdapat masalah dalam saraf motoriknya sehingga prestasi belajarnya sangat rendah.Kesulitan belajar yang dialami oleh anak tersebut adalah Kekacauan Belajar (Learning Disorder) dan Under Achiever.
 Menurut Fontana (1981) ada dua faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa antara lain :
  • Faktor Internal ( dari dalam diri ) yaitu Kemampuan intelektual, afeksi seperti perasaan dan percaya diri, motivasi, kematangan untuk belajar, usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar, kemampuan mengingat, dan kemampuan penginderaan seperti melihat, mendengarkan dan merasakan.
  • Faktor Eksternal ( dari luar ) yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi proses pembelajaran seperti guru, kualitas pembelajaran, instrument atau fasilitas pembelajaran baik berupa Hardware maupun Software serta lingkungan, baik lingkungan sosial dan alam.
Terlihat jelas dalam film tersebut penyebab dari kesulitan belajar yang dialami oleh anak tersebut yaitu faktor internal yang berkaitan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan yang terdapat pada struktur kognitifnya tidak sesuai dengan apa yang ia pelajari di sekolah sehingga ia mengalami kekacauan dalam belajar. Menurut Teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran siswa.Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Carl Rogers dalam bukunya Freedom To Learn menyatakan prinsip-prinsip dasar Humanistik yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki siswa dengan apa yang mereka pelajari di sekolah yaitu ;
  • Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya
  • Belajar yang signifikan terjadi bila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri
  • Belajar menyangkut perubahan di dalam presepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung ditolaknya.
Bukan hanya itu, faktor eksternal pun sangat berpengaruh dalam kesulitan belajar siswa. Dalam film tersebut dapat kita lihat bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi anak tersebut kesulitan belajar adalah Guru dan Lingkungan sosial, guru sudah terlebih dahulu memberikan label idiot atau bodoh pada anak tersebut, begitu juga lingkungan sosialnya seperti teman-teman sepermainan dan keluarga. Menurut penemuan Jack Canfield (dalam DePorter, 1990) menunjukan bahwa orang tua atau guru yang lebih tertarik memperhatikan kekurangan-kekurangan anak dan cenderung mengabaikan kelebihan atau perilaku positif anak akan mengakibatkan anak kurang mengenal, menghargai maupun mengembangkan sikap dan perilaku yang positif, serta cenderung lebih peka dalam sikap dan perilaku negatif.
Salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan belajar siswa adalah dengan Pengajaran Remidial, menurut Warkiti dkk (1990) Tujuan dari Pengajaran Remidial adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar mencapai prestasi yang diharapkan melalui proses  penyembuhan dalam aspek kepribadian atau dalam proses belajar mengajar. Adapun metode-metode yang terdapat dalam Pengajaran Remidial, salah satu metode yang digunakan oleh pengajar dalam film tersebut adalah Metode Pengajaran Individual yaitu proses yang hanya melibatkan seorang guru dan seorang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Metode ini sangat intensif karena pelayanan yang diberikan dengan menyesuaikan kesulitan belajar dan kemampuan siswa.Dalam hal ini, guru dituntut memiliki kemampuan membimbing, sabar, telaten, sikap menerima, memahami keadaan peserta didik, bertanggung jawab dan mempunyai wawasan luas yang berkaitan dengan permasalahan belajar peserta didik. Disamping itu guru harus memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan yang baik dengan paserta didik dalam proses pembelajaran remedial. ( sugihartono : 2007 : 181 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar